Iklan

Iklan

,

Perbedaan Yang Melahirkan Persamaan

Tim Redaksi
9 Jun 2022, 6/09/2022 04:37:00 PM WIB Last Updated 2022-06-09T23:37:47Z

Oleh:Eka Paramita

Sekretaris Umum FKI UA IAIN Bone 2022-2023






Pada sebuah kesempatan FKI UA IAIN Bone bekerja sama dengan GUSDURIAN Bone mengadakan sebuah talkshow yang secara langsung mengundang Mbak Inayah Wulandari Wahid. Beliau merupakan puteri bungsu dari Almarhum K.H Abdurrahman Wahid yang lebih famous dipanggil dengan sebutan Gusdur. Sungguh keistimewaan dan keberuntungan bisa dipertemukan dengan anak seorang Kiai yang namanya harum hingga kini meski raganya sudah tidak membersamai kita lagi.



Kegiatan ini didampingi langsung oleh pembina Gusdurian Bone, yakni Ayahanda Dr. Rahmatunnair, S.Ag., M.Ag bersama Kak Chaeril Aswad, S.Pd selaku penggerak Gusdurian Kabupaten Bone, dan tak lupa pula Ayahanda Dr. H. Fakhri Amir, Lc., M.E, beliau sebagai salah satu pembina dari Forum Kajian Ilmiah Ulul Albab IAIN Bone turut hadir membersamai kami. 



Talk show yang kami adakan ini tidak hanya mengundang Mbak Inayah Wulandari Wahid sebagai narasumber melainkan ada tiga pemateri lainnya. Diantaranya ada Seorang Bissu yang bernama asli Samsul Bahri, namun beliau disapa akrab dengan panggilan Bissu Enjel yang kini menjadi Matoa Bissu, ada Kak Subarman Salim, S.Pd., M.Si selaku pengurus ISNU Kabupaten Bone, dan ada Kak Feby Triadi, M.A beliau menggeluti bahkan menjadi salah satu peneliti Bissu. 



Sungguh luar biasa antusias para tamu undangan pada malam itu, tidak hanya dari kalangan para pengurus UKK/UKM Kampus IAIN Bone saja yang notabenenya adalah mahasiswa, melainkan mampu menghadirkan para pegiat dan para masyarakat yang sangat mencintai kedermawanan Gusdur. Kegiatan ini membuat kami mampu duduk bersama dengan begitu banyak kalangan yang tentunya merindukan sosok Almarhum yang sangat dekat dengan para kalangan tanpa membeda-bedakan siapapun. 



Sehingga beliau memiliki privilege dimata tiap orang yang mencintai jasa-jasanya hingga karya-karya beliau yang masih terus tersebar luaskan hingga kini. Mbak Inayah Wulandari Wahid saat itu mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki konsep perihal tema yang akan dibawakan pada talk show kali itu, dimana kami selaku pelaksana mengangkat tema “Polemik Bissu: Antara fungsi sosial dan instrumen adat”. 



Tepat sekali jika beliau mengutarakan hal tersebut, namun karena beliau masih mewarisi kefasihan sang Ayah dalam berbicara dan menghangatkan suasana. Beliau mengutarakan bahwa Bissu menjadi ciri khas dari daerah Bone dan mesti dilestarikan bukan malah diasingkan. Bahkan beliau juga menyinggung perihal penari Lengger yang menjadi salah satu ciri khas pulau Jawa yang memiliki kesamaan problem dengan Bissu yang ada di Bone ini. 




Penari Lengger di pulau Jawa dipandang sebagai suatu hal yang tabuh dalam pandangan beberapa kalangan yang tidak mengetahui sejarah dari tarian dan ciri khas yang dimiliki tersebut sebab tarian ini diperagakan oleh kaum pria sama halnya dengan Bissu yang ada di Bone yang sejatinya diketahui berjenis kelamin pria, namun pada setiap acara adat menggunakan pakaian dan riasan yang menyerupai wanita. 



Hal tabuh semacam itu bagi kalangan kita adalah hal yang tidak sepadan dan mesti dilenggserkan keberadaannya di tatanan kehidupan ini. Padahal jika menilik kembali akan sejarah dari setiap ciri khas baik dari Bissu maupun tarian Lengger itu sendiri. 



Dengan tegas beliau sangat tidak menyenangi hal tersebut dan menyarankan kita untuk melestarikan tatanan kebudayaan yang ada sebagai bentuk identitas dan ciri khas yang ada. Bahkan beliau beranggapan bahwa Gusdur saja semasa hidupnya tidak pernah membeda-bedakan siapapun apalagi hendak mengasingkan beberapa kalangan yang menurutnya itu hanya bagian indah dari sebuah sejarah dan budaya.



Menilik kisah inspiratif dan kesederhanaan Almarhum membuat kita patut tercengang menjadi sosok nomor satu di negara Indonesia pada masanya tidak membuat beliau menjadi pemimpin yang tamak dan mengedepankan kepentingan pribadinya. Yang dipikirkan beliau adalah kelangsungan bangsa dan kelanggengan hubungan baik antar tiap suku, ras, maupun agama. 



Lantas kita para kaum-kaum milenial yang booming disindir sebagai generasi nunduk, mendengarkan kisah-kisah Almarhum langsung dari sang Puteri menjadi tabokan keras agar kita tidak menjadi generasi yang tidak mau menerima perbedaan yang hanya sibuk dengan gadget dan kemagerannya. 



Mbak Inayah Wulandari Wahid membuat kami berulang kali terkesima dengan celotehan beliau, salah satunya beliau mengatakan “1000 perbedaan akan melahirkan 1 persamaan”. 

Mbak Inayah Wulandari Wahid dengan gaya bahasa yang santai dan memiliki jiwa humor sama dengan sang Ayah, menceritakan berbagai macam kisah saat beliau masih mampu memeluk sang Ayah. Bahkan pada malam hari itu beliau membacakan sebuah puisi dengan sesimpul senyuman yang menutupi kerinduan terpancar pada wajahnya yang menguatkan diri untuk membaca sebuah puisi yang berjudul “Karena Ayahku” yang ditulis langsung untuk sang Ayah sebagai tanda cintanya beliau pada sang Ayah yang begitu jarang yang lontarkan. 



Dengan tetap tersenyuman dan suaranya yang ceria berubah menjadi agak serak menahan tetesan air mata jatuh dihadapan para pengagum GUSDUR. Puisi tersebut mengisyaratkan terbentuk pribadi yang elok semua berasal dari Ayah yang begitu ia cintai hingga kini.

Sebelum klise perihal kesempatan berjumpa dan mendengarkan Mbak Inayah Wulandari Wahid membahas tema yang kami sediakan dan menyinggung perihal kisah indahnya bersama sang Ayah. Talk Show itu diawali dengan berbicaranya terlebih dahulu ketiga pemateri lainnya. Yang pada intinya menyentuh keberadaan Bissu di Bone dan fungsi yang ia miliki saat proses adat dilaksanakan. 



Seperti yang menjadi isu terhangat bagi kalangan Bugis Bone pada perayaan HJB ditahun 2022 ini pada saat proses adat dilaksanankan Bissu yang setiap tahunnya menjadi tameng nomor satu pada acar itu ditiadakan kehadirannya. Namun yang perlu diketahui bersama ini merupakan problem yang mesti ditelaah kembali tanpa mengurangi rasa kecintaan kita terhadap budaya yang kita punya. 



Berbicara perihal Bissu tidak hanya di daerah Bone itu sendiri seperti yang dikatakan oleh Kak Feby Triadi, M.A banyak mahasiswa yang menjadi sarjana sebab menjadikan Bissu sebagai topik penelitiannya. Oleh karena itu, jangan pernah mengasingkan bahkan menaruh rasa benci terhadap sesama tidak semua yang nampak secara fisik itu tidak baik. 



Perihal kebudayaan yang tidak melenceng dari segi peraturan dan agama maka itu hal yang wajar terlebih ini menyangkut ciri khas dari suatu daerah. Sedikit pesan saya selaku mahasiswi, saya berharap kita mampu lebih jeli menelaah isu-isu yang ada disekitar kita, mampu berfikir lebih kritis dan tidak mudah terpancing oleh hal-hal yang berbau provokasi.

Iklan