UJUNGPENAMEDIA.COM,BONE--Kepala SMA Negeri 15 Bone, Muhammad Tang, S.Pd., M.Pd., angkat bicara untuk meluruskan tudingan miring yang dialamatkan kepadanya terkait adanya siswa yang tidak naik kelas. Tudingan tersebut muncul dari salah satu orang tua siswa yang kecewa karena anaknya, berinisial MS, tidak dapat melanjutkan ke kelas XI.
Menurut Muhammad Tang, permasalahan ini bermula saat orang tua MS meminta pihak sekolah untuk menerbitkan surat pindah dengan status Naik Kelas XI ke salah satu sekolah di Kota Watampone. Namun, permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi karena hasil rapat dewan guru memutuskan MS tidak memenuhi syarat akademik untuk naik kelas.
“Segala proses pembelajaran dan perbaikan nilai sudah diberikan, tetapi anak tersebut tidak memenuhi kriteria. Ketidakhadirannya selama semester dua tercatat 29 hari tanpa keterangan (alfa) dari total 90 hari sekolah. Itu belum termasuk sakit 9 kali dan izin 3 kali,” jelas Muhammad Tang, Selasa (15/7/2025).
Ia juga menyayangkan sikap orang tua siswa yang justru mencoba memanfaatkan pihak luar, untuk menekan pihak sekolah agar keinginannya dikabulkan. Bahkan, ancaman laporan ke aparat penegak hukum dengan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor).
“Padahal kami sudah menjalankan prosedur sesuai aturan. Keputusan dewan guru diambil secara kolektif, bukan kehendak kepala sekolah semata,” tegasnya.
Muhammad Tang juga membantah tudingan pungutan liar di lingkungan sekolah. Menurutnya, pengadaan seragam sekolah sama sekali tidak diatur atau diurus oleh pihak sekolah.
“Urusan seragam sepenuhnya diserahkan ke orang tua siswa. Penjahit hanya menawarkan jasanya, dan kalau orang tua setuju maka itu murni kesepakatan mereka. Sekolah tidak pernah mewajibkan atau mengambil untung dari situ,” ungkapnya.
Sementara terkait isu pungutan kepada pengelola kantin, Muhammad Tang menegaskan bahwa iuran sebesar Rp15 ribu yang dipersoalkan adalah retribusi resmi yang diatur dalam Peraturan Gubernur dan disetor ke Kas Daerah.
“Jadi tidak benar ada pungutan liar. Semua diatur, tercatat, dan ada dasar hukumnya,” tutupnya.
Melalui klarifikasi ini, Kepala SMA Negeri 15 Bone berharap masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak sesuai fakta, serta memahami bahwa keputusan naik atau tidaknya siswa kelas X sudah melalui proses yang profesional dan transparan.
Tidak hanya Kepala SMA Negeri 15 Bone, Muhammad Tang, S.Pd., M.Pd., yang angkat suara, Guru Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah tersebut, Siti Irawati, S.Pd., juga menjelaskan secara rinci upaya pembinaan yang telah dilakukan pihak sekolah terhadap MS, siswa kelas X yang menuai sorotan karena tidak naik kelas.
Siti Irawati memaparkan bahwa pembinaan kepada MS telah dilakukan berulang kali sejak awal semester. Masalah bermula karena MS jarang masuk kelas dengan alasan sering terlambat bangun. Atas pelanggaran itu, MS menandatangani surat pernyataan pertama pada 17 Januari 2025.
“Belum lama setelah itu, MS kembali melanggar tata tertib dengan kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Kami kembali membina dan MS menandatangani surat pernyataan siap dikeluarkan pada 20 Januari 2025,” ungkap Siti Irawati.
Namun, pembinaan tidak berhenti di situ. Pada 18 Februari 2025, MS kembali dipanggil karena tingkat ketidakhadirannya makin parah. Menurut Siti Irawati, siswa tersebut sering absen setiap hari Rabu, bahkan kembali menandatangani surat pernyataan tidak akan mengulangi kesalahan dan siap menerima konsekuensi jika tidak naik kelas.
Pihak sekolah juga sudah mencoba mendekatkan diri dengan keluarga. Pada 15 Januari 2025, Guru BK bersama wali kelas melakukan kunjungan ke rumah MS. Namun, rumahnya tertutup dan tidak ada seorang pun di tempat.
“Kami bahkan menyurati orang tuanya lagi pada 17 Maret 2025, tapi sikapnya tetap tidak berubah. Semua bentuk pembinaan sudah kami lakukan. Namun, yang bersangkutan tetap jarang masuk dan sering menghindar saat dipanggil,” tambahnya.
Puncaknya, pada rapat penentuan kenaikan kelas yang digelar pada 16 Juni 2025, berdasarkan laporan wali kelas, serta para guru mata pelajaran, MS dinyatakan tidak memenuhi kriteria capaian pembelajaran di hampir semua mata pelajaran.
“Hasil rapat memutuskan MS tidak pindah fase dari E ke fase F. Artinya, dia harus mengulang di kelas X. Jadi tidak bisa kami berikan surat pindah dengan status naik kelas XI ke sekolah manapun,” tegas Siti Irawati.
Guru BK menegaskan keputusan ini sudah final dan diambil secara kolektif melalui rapat dewan guru. Segala prosedur pembinaan telah dijalankan, termasuk pendekatan langsung ke keluarga.
“Kami harap masyarakat memahami bahwa keputusan ini bukan bentuk ketidakpedulian, justru ini bagian dari tanggung jawab sekolah mendidik dan menegakkan disiplin demi masa depan siswa,” pungkasnya.
Dengan penjelasan ini, pihak sekolah berharap polemik yang sempat bergulir di publik dapat dilihat secara jernih dan objektif, bahwa keputusan diambil berdasarkan fakta di lapangan, bukan semata kehendak satu pihak. (*)